Website

Search

Perbedaan Upskilling dan Reskilling: Strategi Penting Menghadapi Masa Depan Dunia Kerja

Perbedaan Upskilling dan Reskilling: Strategi Penting Menghadapi Masa Depan Dunia Kerja

Di tengah laju otomatisasi, kecerdasan buatan, dan transformasi digital yang makin cepat, perusahaan kini dituntut untuk bukan hanya berkembang, tetapi juga bertahan.   

Salah satu kuncinya ada pada kemampuan  SDM di dalamnya, bukan soal siapa yang paling pintar, tapi siapa yang paling siap belajar dan beradaptasi.   

Inilah mengapa strategi  upskilling dan  reskilling karyawan menjadi krusial. Namun, sebelum melakukan program pelatihan besar-besaran, perusahaan perlu memahami satu hal penting: apa sebenarnya perbedaan  upskilling dan  reskilling ? Mengapa keduanya penting? Dan Tindakan apa yang harus diambil perushaan?  

Baca juga:  Apa itu Training Needs Analysis (TNA), dan cara mengaplikasikan dalam Dunia Professional  

Memahami Perbedaan: Upgrade Jalur Lama vs Bangun Jalur Baru  

Sebelum membahas strategi pelaksanaannya, sebagai  HR yang anda kamu perlu paham dua konsep dasar yang sering dianggap sama tapi sebenarnya sangat berbeda, yaitu  upskilling dan  reskilling.  

#1 Pengertian Upskilling

Upskilling adalah strategi untuk memperdalam kemampuan karyawan dalam bidang atau peran yang sudah mereka jalani, fokusnya adalah penguatan. Menurut  World Econimic Forum upskilling  itu merujuk pada proses mempelajari skill baru  

#2 Pengertian Reskilling

Kalau reskilling sebaliknya, yaitu strategi untuk mengajarkan karyawan keterampilan baru agar mereka bisa beralih ke peran berbeda, maka fokusnya adalah transformasi.   

Menurut  World Econimic Forum reskilling  adalah adalah proses mengajarkan keterampilan baru pada pekerja agar mereka bisa mengerjakan pekerjaan yang berbeda  

Misalnya, seorang copywriter yang dilatih untuk mengelola  finance  perusahaan, karena kurangnya SDM di divisi tersebut.   

Kalau dilihat sih, dua-duanya sama-sama penting, tapi digunakan di konteks berbeda.   

Upskilling cocok untuk mempertajam skill karyawan yang masih dibutuhkan, sementara  reskilling ideal untuk mengalihkan peran yang mulai tergeser otomatisasi.  

Baca juga:  Apa Itu Talent Management dan Manfaatnya, Kenapa Begitu Penting?  

Mengapa Upskilling dan Reskilling Menjadi Prioritas Bisnis  

Di era perubahan yang cepat, perusahaan nggak lagi mengandalkan skill yang sama untuk waktu yang lama. Kalau dulu satu skill bisa bertahan 10 sampai 20 tahun, tapi sekarang para karyawan harus bisa asah skill baru, kalau mau bertahan.   

Laporan  World Economic Forum 2023 menyebutkan bahwa 44% skill inti dalam dunia kerja akan berubah dalam lima tahun ke depan, karena terlalu cepatnya perkembangan teknologi yang melebihi kemampuan perusahaan dalam merespons lewat pelatihan karyawan.  

upskilling vs reskilling  

Sumber:  World Economic Forum  

Sedangkan di Asia Tenggara, menurut    McKinsey Global Institute , termasuk Indonesia, 52 juta pekerjaan berpotensi tergantikan oleh otomatisasi, ngeri nggak sih?  

Ini artinya, skill yang dibutuhkan hari ini belum tentu relevan besok hari, perusahaan yang nggak bergerak cepat akan tertinggal.  

Kalau sebuah perusahaan bisa menerapkan strategi dua pelatihan itu, di masa depan ini memungkinkan bisnis untuk:  

  • Meningkatkan daya saing secara berkelanjutan.
  • Merespons perubahan pasar dan teknologi lebih cepat.
  • Membangun  employer branding yang kuat karena menunjukkan komitmen pada pengembangan SDM.  

Manfaat Bagi Perusahaaan Saat “Berinvestasi” Pada Pengembangan Karyawan  

Ketika perusahaan berinvestasi dalam pengembangan karyawan, dampaknya bisa sangat signifikan terhadap efisiensi dan stabilitas organisasi, diantaranya  

1. Efisiensi Biaya Rekrutmen  

Biaya untuk melatih ulang karyawan internal bisa 30–50% lebih rendah dibandingkan  rekrutmen eksternal , yaitu cari kandidat karyawan baru.  

2. Produktivitas Lebih Tinggi  

Karyawan yang merasa didukung akan menunjukkan loyalitas dan performa lebih baik. Ini terbukti dari penelitiannya  McKinsey yang menyatakan bahwa 35% karyawan akan meninggalkan perusahaan jika kurang didukung oleh perusahaan.  

3. Talent Pool Internal  

Dengan  reskilling, perusahaan bisa menciptakan fleksibilitas internal tanpa harus selalu mencari dari luar, serta dapat mempertahankan ketahanan bisinis karena karyawan yang dilatih bisa punya lebih dari satu skill yang dapat membantu perusahaan (terkhusus yang perusahaannya kekurangan SDM terlatih).  

Baca juga:  Mengenal Lebih dalam Budaya Organisasi pada Perusahaan  

Manfaat Bagi Karyawan Jika Perusahaan “Berinvestasi” Pada Pengembangan Mereka  

Dari sudut pandang karyawan, program pengembangan skill bukan hanya tentang kerja, ini soal masa depan, harga diri, dan kesempatan berkembang. Berikut beberapa dampak nyata yang bisa dirasakan karyawan kalau perusahaan mau “berinvestasi” pelatihan karyawan:  

1. Rasa Aman di Tengah Ketidakpastian  

Dengan teknologi yang terus berkembang, memiliki skill yang terus diperbarui memberi ketenangan karena posisi mereka nggak mudah tergantikan.  

2. Peningkatan Daya Saing Individu  

Karyawan dengan skill relevan punya nilai jual lebih tinggi, baik di internal perusahaan maupun di pasar kerja luar.  

3. Arah Karier yang Lebih Jelas  

Dengan bimbingan pelatihan yang tepat, karyawan dapat melihat jalur karier baru yang sebelumnya nggak mereka sadari.  

4. Kepuasan Emosional dan Profesional  

Studi dari  IBM (Institute for Business Value) menunjukkan bahwa karyawan yang memiliki akses ke pengembangan skill 42% lebih cenderung merasa puas dengan pekerjaan mereka, sehingga di masa depan kecil kemungkinan para karyawan tersebut “minggat” dari perusahaan.  

Tantangan Pelaksanaan: Menghindari Pelatihan yang Gagal Sasaran  

Meskipun terdengar menjanjikan, nggak semua inisiatif pelatihan berjalan sukses, sebagai HR yang punya andil delam pelakasanaan program kamu bisa mempelajari beberapa kendala berikut perlu diantisipasi sejak awal:  

1. Tujuannya Bisnisnya Nggak Jelas  

Program yang nggak punya arah strategis, tapi di satu sisi pelatihan hanya diselenggarakan karena "tuntutan zaman" tanpa kaitan dengan  roadmap  perusahaan. Ini bahaya dan bisa jadi karyawan, bakal minggat segera.  

2. Minimnya Komitmen Manajemen  

Manajer seringnya nggak dilibatkan dalam desain atau implementasi program, padahal mereka yang paling dekat dan tahu dengan kebutuhan tim mereka.  

3. Kurangnya Konteks Praktis  

Materi pelatihan terlalu teoritis dan nggak relevan dengan tantangan yang dihadapi karyawan di lapangan, maka sebagai HR kamu juga harus kontrol bareng sama lead atau manajer divisi agar materi bisa relevan.  

4. Waktu dan Format Tidak Fleksibel  

Banyak pelatihan berlangsung pada jam kerja sibuk dan nggak mempertimbangkan preferensi belajar karyawan, sehingga jadinya nggak efektif.  

5. Resistensi Internal  

Tanpa komunikasi yang baik, pelatihan dianggap sebagai tambahan beban. Karyawan merasa dihakimi seolah skill mereka dianggap nggak cukup, sehingga edukasi (atau sounding) ke karyawan jadi agenda yang penting.  

Solusinya? Libatkan karyawan sejak awal, integrasikan pelatihan ke dalam pekerjaan sehari-hari, dan pastikan ada insentif dan pengakuan atas progress yang dicapai.  

Baca juga:  Mengenal Posisi Tech Recruiter: Spesialisasi Hiring Department Teknologi  

Strategis Membangun Program Upskilling & Reskilling yang Relevan dan Tahan Lama  

Agar program pelatihan nggak sekadar formalitas, perlu pendekatan yang terstruktur, fleksibel, dan menyatu dengan budaya kerja perusahaan. Sebagai HR yang punya andil, kamu dan perusahaan bisa melakukan 6 hal.  

  1. Lakukan Skill Mapping Dinamis: Gunakan  assessment tools untuk mengetahui skill apa yang sudah dimiliki karyawan, lalu bandingkan dengan kebutuhan strategis organisasi. Jangan lupa libatkan tiap divisi agar akurat dan kontekstual.
  2. Tentukan Fokus Berdasarkan Dampak Bisnis: Prioritaskan area yang bisa memberi hasil langsung terhadap operasional atau inovasi. Jangan menyebar terlalu luas di awal.
  3. Desain Format Pelatihan yang Fleksibel dan Modular: Gunakan kombinasi  e-learning , sesi tatap muka, simulasi kerja, hingga proyek nyata. Berikan opsi agar karyawan bisa belajar dengan gaya mereka sendiri.
  4. Bangun Lingkungan Belajar yang Terintegrasi: Dorong mentoring antar-karyawan, rotasi tugas, dan pemberian tantangan kerja sebagai bagian dari proses pembelajaran.
  5. Terapkan Sistem Monitoring yang Transparan: Tetapkan indikator keberhasilan yang jelas, misalnya produktivitas, waktu adaptasi terhadap tools baru, atau kesiapan rotasi peran, dan lakukan evaluasi harus dilakukan rutin dan terbuka.
  6. Berikan Pengakuan dan Insentif: Rayakan pencapaian dalam bentuk sertifikasi internal, penghargaan, atau bahkan peluang kenaikan tanggung jawab.  

Studi Kasus: Strategi Reskilling dan Upskilling di Perusahaan Indonesia  

Beberapa perusahaan di Indonesia telah membuktikan bahwa investasi pada skill karyawan bisa membawa dampak nyata, bukan sekadar teori.  

Telkom Indonesia bisa jadi contoh nyata yang bisa ditiru perusahaan lainnya. Mereka memulai program  reskilling sejak 2021 untuk karyawan non-teknis yang terdampak digitalisasi.   

Para karyawan diberikan pelatihan intensif selama 6 bulan di bidang  data analysis, cloud computing,  dan  software testing . Hasilnya, lebih dari 70% peserta program berhasil beralih ke divisi baru tanpa harus dilakukan PHK massal.  

Sementara itu, di perusahaan yang berbeda,  Bank Mandiri menerapkan program upskilling untuk frontliner mereka agar mampu menjawab kebutuhan nasabah digital. Melalui pelatihan mengenai produk digital dan  financial technology, peran mereka kini lebih konsultatif daripada sekadar operasional.  

Baca juga:  Mengenal Human Resource Management Dan Fungsinya Dalam Perusahaan  

Adaptif: Kunci Utama Perusahaan Bisa Bertahan  

Perbedaan upskilling dan reskilling nggak cuma untuk dipahami oleh tim HR, tapi juga oleh setiap pemimpin bisnis. Itu karena, organisasi yang bisa beradaptasi dengan cepat adalah yang mampu bertahan dan menang.  

Bukan soal siapa punya teknologi paling canggih, tapi siapa yang punya orang-orang yang siap belajar, berubah, dan tumbuh bersama. Jadi, langkah selanjutnya bukan bertanya "apakah kita perlu program pelatihan?" tapi "kapan kita mulai dan siapa yang kita siapkan duluan?"  

Ini bisa jadi bahan utama rapat HR dan para  leaders  untuk mempertahankan karyawan yang punya skill dan potensi skill di masa depan.  So,  Risers kalau kamu pengen jadi HR yang bisa bantu para leaders mendesain materi pelatihan karyawan, kamu bisa belajar lewat banyak platform.  

Mulai dari tanya senior atau ikutan bootcamp biar punya mentor expert yang bisa bantu jawab apapun pertanyaan kamu. Di  harisenin.com kamu bisa ikutan program  Bootcamp Human Resources dan dapatkan bimbingan secara eksklusif bareng mentor-mentornya!   

Nabiilah __

Nabiilah __