Halo Risers! 🙌
Pernah nggak sih kamu buka aplikasi seperti Instagram atau mungkin website, terus tiba-tiba tampilannya berubah total? Bingung kan? Nah itu, namanya revamp . Tapi tunggu, sebenarnya apa sih revamp itu? Kenapa aplikasi dan website suka ada yang tiba-tiba berubah gitu?
Santai aja, kita bahas pelan-pelan ya. Dijamin setelah baca artikel ini, kamu bakal paham banget tentang revamp di UI/UX!
📚 Baca juga: Langkah Mudah Membuat User Persona untuk UX Design |
Apa Itu Revamp? Yuk Kenalan Dulu
Secara sederhana, revamp adalah proses pembaruan atau renovasi total pada desain dan pengalaman pengguna suatu produk digital. Bukan sekedar mengganti warna atau huruf aja, tapi bener-bener menganalisis ulang dari nol bagaimana pengguna berinteraksi dengan produk kita.
Kalau diumpamakan, revamp itu kaya merenovasi rumah. Kamu nggak hanya mengecat ulang dinding, tapi juga mengubah tata letak ruangan, mengganti furniture , bahkan mungkin merombak struktur bangunannya. Begitu juga dengan revamp UI/UX, kita mengubah struktur informasi, alur pengguna, hingga tampilan visual secara menyeluruh.
Jadi intinya, revamp itu proses “ngulang dari nol” tapi dengan pengalaman dan data yang udah kita punya sebelumnya.
Bedanya Revamp dan Redesign Biasa?
Nah ini pertanyaan yang sering banget ditanya! Jawabannya: beda banget, risers!
Redesign biasa itu umumnya fokus sama aspek visual mengubah warna, tipografi, atau elemen grafis. Sedangkan revamp lebih mendalam lagi. Ini perbedaannya:
Aspek | Revamp | Redesign |
Definisi | Penyegaran/peningkatan dari sesuatu yang sudah ada tanpa mengubah struktur utamanya. | Membuat ulang dari nol atau hampir total, termasuk struktur, tampilan, dan fungsinya. |
Tujuan | Biar lebih relevan, segar, dan up-to-date tanpa kehilangan identitas awal. | Menghadirkan pengalaman baru, mengubah positioning dan branding secara visual dan esensi. |
Tingkat Perubahan | Lebih sedikit. Menambahkan fitur baru, update tampilan dan isi. | Biasanya banyak. Bisa sampai mengubah flow, konsep visual dan web/app architecture . |
Hasil Akhir | Hasil revamp biasanya masih tetap menampilkan banyak kesamaan dengan tujuan membuat audiens merasa tetap familiar | Setelah redesign, audiens mungkin perlu beradaptasi kembali dengan tampilan, fungsi dan navigasi baru. |
Jadi kalau redesign biasa itu “dandanan baru”, sedangkan revamp lebih seperti “transformasi total”.
Kenapa Sih Perlu Revamp UI/UX?
Pertanyaan bagus! Ada beberapa alasan kenapa produk digital butuh revamp:
#1 Zaman Berubah, User Juga Ikut Berubah
Kebiasaan user atau pengguna terus berkembang. Yang dulu dianggap keren, sekarang bisa aja udah ketinggalan zaman.
Misalkan dulu kita seneng banget sama website yang rame, banyak animasi berkedip-kedip. Sekarang? Eww, pusing! User sekarang maunya yang celan, simple, tapi fungsional. Makanya produk harus ngikutin evolusi selera user.
#2 Performance Mulai Lemot
Coba deh, kalau aplikasi kamu loading 10 detik, masih mau tunggu nggak? Pasti langsung close kan? Nah, kalau website atau aplikasi kamu udah mulai lemot, ribet navigasi nya, atau sering error , itu tandanya butuh revamp. User sekarang pengen semuanya cepat dan lancar.
#3 Bisnis Berkembang, Produk Harus Ngikut
Bisnis berkembang, target pasar berubah, fitur baru ditambahkan. Semua ini butuh revamp biar UI/UX bisa dengan arah bisnis yang baru.
Startup yang dulu cuma jual kaos, sekarang jual segala macam fashion. Target marketnya berubah dari anak muda jadi semua umur. Nah, UI/UX-nya harus disesuaikan dong sama arah bisnis yang baru!
#4 Kompetitor Makin Ketat
Kompetitor kamu punya aplikasi yang lebih gampang dipake? User bakal pindah! Simple as that . Makanya harus tetap kompetitif.
Kapan Website Butuh Revamp?
Ada beberapa tanda peringatan yang menunjukkan produk kamu butuh revamp:
#1 Bounce Rate Tinggi
Coba buka Google Analytics kamu deh.berdasarkan data dari Semrush (Desember 2020), rata-rata pengunjung yang langsung keluar dari website itu 44%, dengan kisaran normal antara 26%-70%. Sementara dari AgencyAnalytics menunjukkan median bounce rate GA4 di Desember 2024 adalah 45.9%.
Kalau website kamu:
- Di atas 60% = Bahaya! Butuh revamp secepatnya
- 50%-60% = Hati-hati nih, perlu diperiksa lebih serius
- Di bawah 40% = Bagus banget! Pengunjung betah di website kamu
Fun fact, My Codeless Website menyebutkan brand besar pun masih struggle dengan bounce rate . Apple.com punya bounce rate 55.3% di April 2024, sementara Samsung.com 54%.
#2 Conversion Rendah
Ini yang paling bikin sedih! Berdasarkan data dari Invesp dan Higher Visibility rata-rata conversion rate e-commerce di dekstop itu sekitar 2.8% per Desember 2023. Sementara global average website conversion rate adalah 3.68%.
Tanda bahaya yang harus diwaspadai:
- Toko Online yang beli cuma di bawah 2%
- Landing Page yang daftar/download di bawah 2.35%
- Padahal tau nggak? Website terbaik bisa sampai 11.45% atau lebih!
Bayangin aja, kalau dari 100 pengunjung cuma 1 yang beli, sementara kompetitor bisa 5 orang, kan beda banget hasilnya!
#3 Susah Dibuka di HP
Mobile experience ini penting banget! Siege Media menganalisis lebih 1.3 miliar sesi dan menemukan rata-rata bounce rate 50.9%.
Yang menarik, mobile sebenarnya punya potensi conversion yang bagus kalau website-nya user-friendly di mobile.
#4 Lama Banget Loading-nya
Secara logika, user modern sekarang ketika membuka website yang loading <3-5 detik sudah pasti udah ditinggal.
#5 Tampilannya Ketinggalan Zaman
Ini gampang dilihat:
- Masih pakai tampilan model 10-15 tahun lalu
- Susah dibuka di HP atau tablet
- Huruf dan warna yang udah nggak trend
- Terlalu padet dan susah dibaca
#6 Susah Dipakai
Ini yang paling sering dikeluhkan pengunjung:
- Susah nyari menu atau produk yang dicari
- Form pendaftaran yang ribet atau sering error
- Proses beli/checkout yang bertele-tele (khusus toko online)
- Website nggak bisa akses sama orang dengan keterbatasan fisik
Proses Revamp UI/UX: Step-by-Step

Sumber: evolusi ui instagram by amri.art
Nah Risers, sekarang masuk ke bagian yang menarik. Bagaimana cara melakukan revamp yang efektif?
1. Fase Audit dan Riset
Langkah pertama adalah memahami kondisi produk yang ada. Kita perlu:
- Data Google Analytics (berapa yang bounce , berapa yang convert )
- Survey pengguna (tanya langsung ke mereka!)
- Analisis kompetitor
- Evaluasi heuristik ( basically, nyari yang salah dari design existing )
2. Set Goal yang Jelas
Nah, setelah tau masalahnya dimana, kita tentuin tujuannya. Mau naikin conversion ? Biar user lebih lama di website? Atau biar user lebih mudah checkout ?
Yang penting, goalnya harus bisa diukur ya! Jangan cuma “pengen yang lebih bagus” - tapi “pengen naikin conversion rate dari 2% jadi 5%”. Harus specific !
3. User Research yang Mendalam
Ini bagian yang paling krusial! Kita harus bener-bener kenal sama user kita:
- Siapa sih target audience kita sekarang? (mungkin udah berubah dari awal)
- Apa masalah utama mereka?
- Gimana cara mereka pakai produk kita?
- Apa ekspektasi mereka?
Jangan asumsi-asumsi ya. Data is king!
4. Benerin Information Architecture
Setelah kita kenal dengan user , saatnya benerin gimana informasi disajikan. Bayangin aja, kalau supermarket layout-nya berantakan, customer bingung kan mau belanja apa?
Sama aja kayak digital product - kita harus atur informasi dengan logic yang masuk akal buat user.
5. Bikin Wireframe dan Prototype
Di sini mulai gambar-gambar ide dalam bentuk wireframe sederhana, lalu kembangkan detail-nya menjadi prototype yang bisa diuji.
Think of it as sketching sebelum melukis. Kita gambar dulu structurenya, baru nanti warnain.
6. Visual Design
Nah, setelah structure dan flow -nya oke, baru deh kita bikin cantik! Pilih warna, font, icon, dan overall look yang sesuai brand.
7. Test, Test, Test!
Sebelum launch , harus ditest dulu sama real users. Jangan sampai kita udah excited sama design kita, eh ternyata user malah bingung!
8. Launch dan Monitor
After launch, kerja kita belum selesai. Harus monitor terus performance nya, dengerin feedback user , dan siap buat improve lagi kalau perlu.
Contoh Revamp yang Iconic

Sumber: evolusi ui instagram by amri.art
Instagram itu contoh revamp yang perfect! Mereka:
- Bikin interface lebih simple dan fokus ke content
- Ganti color scheme jadi lebih neutral
- Perbaiki navigation dengan bottom tab
- Enhance photo/video viewing experience
Hasilnya? User engagement naik drastis! Proof kalau revamp yang dilakukan dengan benar bisa game-changing .
📚 Baca juga: Pahami Prinsip Gestalt untuk Design UI/UX! |
Tools yang Bisa Dipakai
Buat yang mau coba revamp, ini tools yang recommended :
Buat Research:
- Google Analytics untuk analisis behavior user
- Hotjar untuk heatmap dan recording user
- Maze untuk test prototype
- UserVoice untuk kumpulin feedback
Buat Design:
- Figma atau Sketch untuk design UI
- InVision atau Principle untuk prototype interactive
- Zeplin untuk handoff ke developer
Buat Testing:
- Optimizely untuk A/B testing
- UserTesting untuk research sama real users
- Lookback untuk live user interview
Tanda Revamp Berhasil!
Bagaimana kita tahu revamp kita berhasil? Track hal ini:
Kategori | Metrik | Tanda Revamp Berhasil |
Kuantitatif | Conversion Rate | Naik |
Bounce Rate | Turun | |
Time on Site | Naik | |
Page Speed | Meningkat | |
Task Completion Rate | Meningkat | |
Kualitatif | User Satisfaction Score | Naik / lebih positif |
Net Promoter Score (NPS) | Naik | |
Sentiment Feedback User | Lebih positif | |
Support Ticket | Berkurang |
Jadi gitu Risers, revamp UI/UX itu bukan main-main. Ini strategic decision yang bisa bikin atau break produk kamu. Yang penting, approach -nya harus systematic , user-centered , dan data-driven .
Remember , revamp yang sukses bukan yang paling keren atau trendy , tapi yang paling solve user problems dan achieve business goals .
Tertarik jadi UI/UX Professional? Bootcamp UIX/UX dan Product Management dari HariSenin menyediakan training hands-on dengan mentor expert . Proven track record alumni yang sukses career switch!