Risers, kamu sadar nggak sih, kalau setiap hari kita memproduksi data dalam jumlah luar biasa banyak? Mulai dari update status di media sosial, belanja online, streaming musik, sampai nyalain Google Maps untuk cari rute tercepat, semuanya menghasilkan data.
Menurut laporan Statista melalui Schiller , pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 181 zettabyte data yang dihasilkan di seluruh dunia. Nah, di sinilah istilah big data jadi relevan.
Big data adalah konsep pengelolaan dan analisis kumpulan data yang jumlahnya sangat besar, beragam, dan terus bertambah cepat, sehingga tidak bisa diolah hanya dengan metode tradisional. Konsep ini bukan sekadar “banyak data”, tapi bagaimana data tersebut diubah jadi informasi yang bermanfaat.
Pengertian Big Data
Sumber: Pexels
Secara sederhana, big data adalah kumpulan data dengan volume yang sangat besar, laju pertumbuhan tinggi, memiliki variasi format yang beragam.
Data ini bisa berasal dari teks, gambar, video, suara, hingga sinydan al sensor. Karena ukurannya yang masif dan kompleks, big data memerlukan teknologi khusus seperti Hadoop atau Apache Spark untuk penyimpanan dan pengolahannya.
Perbedaan utamanya dengan data biasa ada pada skala dan kompleksitas. Kalau data biasa masih bisa diolah pakai Excel atau database standar, big data membutuhkan sistem terdistribusi dan komputasi paralel.
Karakteristik Big Data (5V)
Dikatakan big data bukan cuma karena ukurannya besar, tapi juga karena punya sifat khusus yang membedakannya dari data biasa. Para ahli menyebutnya 5V :
1. Volume (Jumlah Data)
Ini soal besar ukurannya. Data yang dikategorikan big data biasanya sudah mencapai skala terabyte, petabyte, bahkan zettabyte.
Contohnya kayak, YouTube mengunggah lebih dari 500 jam video setiap menitnya. Kalau diakumulasikan, jumlah datanya luar biasa besar dan tidak mungkin diolah dengan cara manual.
2. Velocity (Kecepatan Data)
Bukan trend TikTok, tapi ini soal data yang mengalir secara real-time. Kalau dulu orang menunggu laporan harian, sekarang data bisa masuk per detik.
Contohnya kayak transaksi kartu kredit. Setiap kali kamu gesek kartu, sistem perbankan langsung menganalisis apakah transaksi itu aman atau mencurigakan, dalam hitungan milidetik.
3. Variety (Keragaman Data)
Data nggak melulu berbentuk angka dalam tabel. Ada teks, gambar, video, audio, sinyal sensor, hingga GPS.
Seperti data yang dikumpulkan oleh rumah sakit bisa berupa hasil tes laboratorium (structured), catatan dokter (semi-structured), hingga rekaman MRI (unstructured).
4. Veracity (Keakuratan Data)
Data yang terkumpul nggak selalu bersih. Bisa ada duplikasi, data palsu, atau hoaks. Tantangannya adalah bagaimana memilah data yang valid dan relevan.
Contohnya, Twitter menghasilkan jutaan tweet setiap hari. Nggak semuanya bermanfaat, ada yang spam, bot, atau tidak akurat.
5. Value (Nilai Data)
Pada akhirnya, yang bikin big data penting bukan jumlahnya, tapi nilai yang bisa diekstrak darinya.
Contoh nyatanya, Netflix menggunakan data tontonan untuk membuat rekomendasi personal. Hasilnya, mereka bisa menghemat biaya marketing karena orang lebih sering menonton film yang sesuai selera mereka.
📚 Baca juga: Mengenal Profesi Data Analyst |
Jenis dan Sumber Big Data
Umumnya big data dibagi jadi tiga jenis, yaitu: terstruktur, semi-terstruktur, dan tidak terstruktur, dan untuk sumber-sumber big data biasanya sangat beragam, bisa dari manusia maupun mesin. Berikut penjelasannya:
- Structured Data : Data yang rapi dalam format tabel, misalnya data penjualan.
- Semi-structured Data : Ada struktur tapi nggak sepenuhnya, seperti file JSON atau XML.
- Unstructured Data : Nggak punya format tetap, misalnya postingan media sosial atau video YouTube.
Nah, kalau untuk sumber big data sangat luas, mulai dari media sosial, IoT (Internet of Things), e-commerce, transaksi keuangan, rekam medis, hingga data cuaca.
Teknologi Pendukung Big Data
Mengelola big data butuh teknologi khusus yang mampu menampung, memproses, dan menganalisis data dengan efisien. Beberapa teknologi populer antara lain:
- Hadoop – Framework open-source untuk penyimpanan terdistribusi.
- Apache Spark – Memproses data cepat, baik batch maupun real-time .
- NoSQL Databases – Seperti MongoDB dan Cassandra, cocok untuk data yang tidak terstruktur.
- Data Lake – Tempat penyimpanan skala besar yang mampu menampung berbagai jenis data.
- Tools Visualisasi – Tableau, Power BI, Google Data Studio untuk membuat data lebih mudah dipahami.
Teknologi pendukung big data di atas sangat memungkinkan pengelolaan, pemrosesan, dan analisis volume data yang sangat besar dan kompleks.
Tahapan Pengolahan Big Data
Pengolahan big data nggak terjadi begitu aja, seorang data analyst maupun data scientist membutuhkan beberapa tahapan untuk mengubah data mentah menjadi informasi yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk pengambilan keputusan. Mulai dari pengambilan data (data acquisition) sampai menganalisa dan membuat visualisasi data agar bisa dijadikan alat untuk memutuskan rencana bisnis selanjutnya.
Penerapan Big Data di Berbagai Industri
Berikut adalah contoh penerapan big data di berbagai industri:
- E-commerce : Shopee dan Amazon memanfaatkan big data untuk rekomendasi produk.
- Kesehatan : Tujuannya bisa untuk analisis rekam medis untuk deteksi penyakit lebih awal.
- Transportasi : Google Maps memprediksi kemacetan berdasarkan data lalu lintas real-time.
- Perbankan : Bisa melakukan deteksi transaksi mencurigakan untuk mencegah penipuan.
- Hiburan : Netflix menggunakan big data untuk rekomendasi film yang lebih personal, sama kayak Spotify yang bikin playlist kamu makin personal.
Menurut laporan MarketsandMarkets , pasar big data diproyeksikan tumbuh dari USD 162,6 miliar pada 2021 menjadi USD 273,4 miliar pada 2026.
Tantangan Menggunakan Big Data
Selain mempunyai banyak manfaat untuk setiap ranah bisnis, kesehatan, maupun layanan, nyatanya penggunaan big data nggak selalu menyenangkan, berikut beberapa tantangan dari menggunakan big data:
1. Privasi dan Keamanan Data
Salah satu isu paling panas. Kasus kebocoran data pelanggan sering bikin heboh. Dilansir dari Forbes , di tahun 2021, lebih dari 533 juta data pengguna Facebook bocor dan tersebar di forum online. Itu membuktikan betapa rentannya data pribadi kalau nggak dijaga.
2. Kualitas Data
Data kotor ( dirty data ) seperti duplikat, data hilang, atau data yang nggak relevan bisa merusak analisis. Menurut IBM (dilansir lewat Havard Business Review ) memperkirakan bahwa bisnis di Amerika Serikat merugi USD 3,1 triliun per tahun karena data yang buruk.
3. Biaya Infrastruktur
Mengelola big data perlu investasi besar: server, sistem cloud, hingga bandwidth. Perusahaan kecil sering kesulitan mengadopsi big data karena biaya awal yang tinggi.
4. Kekurangan SDM Ahli
Permintaan untuk data scientist, data engineer, dan AI specialist terus meningkat, tapi supply tenaga ahli masih terbatas. Menurut World Economic Forum , data analyst dan scientist masuk dalam top 5 pekerjaan yang paling dibutuhkan hingga 2025.
Masa Depan Big Data
Kedepannya big data bakal makin erat dengan AI, edge computing bikin respon data lebih cepat, dan blockchain bisa jadi tameng keamanan. Akses ke teknologi juga makin terbuka, tapi di balik itu ada PR besar soal etika, privasi, dan regulasi kayak GDPR yang jadi kunci kepercayaan publik.
Di Indonesia, tantangan tambah berat karena krisis talenta digital, Kominfo bilang kalau kita masih kurang 500 ribu orang per tahun.
Jadi kalau kamu mau jadi talenta digital masa depan, wajib siap dari sekarang untuk belajar, upgrade skill, dan jangan berhenti berkembang.
Di harisenin.com ada Bootcamp Data Analyst yang bisa kamu ikuti untuk belajar secara mendalam dan menyeluruh soal data, termasuk big data. Belajar bareng expert yang super credible, kamu bakal di mentorin sampai jago data dan nantinya kamu bakal bisa raih karier yang kamu mau.
Jadi, tunggu apalagi? Buruan daftar bootcampnya, dan jadi salah satu talenta digital penyelemat Inodnesia di masa depan.